Penjarahan Kepala Sawit Harus Diselesaikan Pemerintah Khususnya di Wilayah Kalimantan Tengah, Berikut Pernyataan Anggota DPD RI

Posted on

Sawit merupakan komoditas unggulan di Indonesia karena memberikan banyak keuntungan.

Banyak negara lain di dunia yang menginginkan sawit dari Indonesia karena kualitasnya baik.

Anggota DPD RI Agustin Teras Narang bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).

Meminta kepada Pemerintah untuk menangani penjarahan kelapa sawit yang terus terjadi sudah sejak lama di Provinsi Kalimantan Tengah.

“Kami minta Pemerintah, tentu saja mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan bahkan hingga Pemerintah Desa,” kata Teras Narang yang juga mantan Gubernur Kalteng periode 2005–2010 dan 2010-2015 di Palangka Raya, Rabu.

Menurut dia, terkait penjarahan tersebut mesti ada dialog dan komunikasi yang dilakukan antara pemerintah, perusahaan dan warga.

Di mana dialog itu untuk mencari tahu permasalahan yang terjadi, siapa pelaku penjarahan, dan penyebab dari masalahnya.

Senator RI asal Kalteng yang kembali terpilih di periode 2024-2029 itu mengatakan bahwa.

Keterlibatan pemerintah penting. Sebab, pemerintah yang memberikan izin terkait perusahaan kelapa sawit.

Sehingga sudah menjadi kewajiban pemerintah juga untuk menjaga dan menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor yang menanamkan modalnya di wilayah Kalimantan Tengah.

“Aparatur penegak hukum pun harus turun dan melakukan penegakan hukum,” singkat Teras Narang.

Terpisah, Ketua Gapki Kalteng Syaiful Panigoro mengaku penjarahan buah kelapa sawit di provinsi setempat bukan isu baru, tetapi telah berlangsung lama.

“Jadi, kalau menurut pandangan kami, ini tidak murni tuntutan-tuntutan seperti disuarakan oleh masyarakat lagi,” ungkap dia.

Dikatakan, penjarahan buah sawit sudah menjadi target oleh pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi saat ini, dan dilakukan secara terorganisir.

Sementara mengenai pengusaha ada kekurangan dalam pemenuhan perizinan, baginya juga satu hal dan tentu ada aturan mainnya.

“Ibaratnya seseorang yang menempati rumah yang belum selesai pengurusan sertifikat dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan)-nya, terus terjadi pencurian kemudian dibiarkan saja? Tentu harus tetap diproses,” kata dia memberikan contoh terkait kekurangan perizinan.

Dia mengatakan dari sisi aparat penegak hukum, semestinya perbuatan pidana harus ditindak. Kasus pencurian dan penjarahan tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Gapki sebagai organisasi yang menaungi para pengusaha kelapa sawit pun berharap ada tindakan tegas terhadap masalah penjarahan ini, baik itu dari aparat penegak hukum maupun pemerintah.

“Artinya, kalau dari sikap Asosiasi kami (Gapki) sangat berharap penegakan hukum, dalam rangka perlindungan investasi di Kalimantan Tengah. Negara tidak boleh kalah dengan para penjarah atau garong ini,” kata Panigoro.

Ketua Gapki Kalteng itu pun membenarkan kembali terjadi aksi penjarahan terhadap kebun sawit di PT Mitra Karya Agroindo (MKA) di Kabupaten Kotawaringin Timur. Tepatnya di kebun Sungai Nusa Estate (SNE), Sabtu (31/8/2024).

Penjarahan juga terjadi di PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP), Senin (2/9/2024). Padahal jika dikaitkan dengan tuntutan terkait masalah pemenuhan kewajiban FPKM, MKA telah memiliki kebun plasma untuk masyarakat.

“Para penjarah yang tidak jelas berasal dari mana, datang dengan puluhan mobil pick up. Mereka memaksa masuk kebun dengan kekerasan, dan melakukan panen paksa tanaman sawit di kebun perusahaan PT MKA dan PT BJAP,” ucap Panigoro.

Efek dari penjarahan ini, menimbulkan ketakutan di kalangan pekerja kebun sawit, kerja menjadi tidak tenang dan akhirnya berdampak kepada pendapatan yang mereka terima.

Tidak hanya berdampak kepada pekerja saja, namun dengan penjarahan ini, juga akan berdampak kepada penurunan pajak yang akan diterima negara. Begitu juga dampaknya terhadap tanaman sawit yang dipanen secara brutal, akan merusak pokok sawit, sehingga berdampak pada produksi kedepannya.

“Kejadian itu sering terjadi, tak hanya di satu perkebunan saja. Bahkan, hampir semua perkebunan pernah dijarah,” demikian Panigoro.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *