Tabungan perumahan terus mendapat penolakan dari berbagai lapisan masyarakat terutama buruh.
Mereka menggunakan logika matematika dalam melaksanakan kebijakan tersebut dan pengaruhnya secara sosial.
Beberapa organisasi buruh menyatakan penolakannya melalui berbagai aksi turun jalan dan mekanisme parlemen.
Serikat buruh dan pengusaha menyambut baik rencana DPR-RI akan mengadakan rapat khusus tentang Tapera.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Konfederasi KASBI, Sunarno, Jumat (7/6/24)
Sunarno mengatakan, hal itu merupakan “angin segar” bagi bagi kaum buruh.
Mereka merasa tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah untuk membahas PP No:21/2024 Tentang Perubahan Atas PP No: 25/2020
“Sangat jelas pemerintah memutuskan aturan tersebut secara sepihak, prinsip hak berdemokrasi dan musyawarah tidak dilakukan.
Ia menilai pemerintah terlalu gegabah membuat PPno21, padahal, pemerintah tidak memahami kesulitan yang dihadapi kaum buruh,”ujarnya.
Sunarno menyinggung soal upah rendah, status kerja rentan dan mudah di PHK.
Maraknya sistem kerja outsourcing hingga K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Ia juga mengatakan potongan-potongan gaji buruh saat ini sudah sangat besar, tidak sebanding dengan besaran kenaikan upah buruh.
Kenaikan upah buruh dinilai sangat kecil, belum potongan BPJS Kesehatan 1 persen , Jaminan Hari Tua 2 persen, Jaminan Pensiun 1 persen.
PPH 21 (take home pay) 5 persen. Juga dari PTKP, potongan koperasi, dan lain-lain, ditambah Tapera 2,5 persen.
Sehingga jika upah buruh 2 juta- 5 juta/bulan, maka potongan upah buruh bisa mencapai Rp250 ribu-Rp400 ribu per bulan.
Sunarno menilai potongan Tapera sudah jelas membebani buruh, mengingat buruh juga tidak langsung mendapatkan rumah dalam waktu cepat.
Ia mengatakan Pemerintah seharusnya fokus untuk pengadaan rumah bagi buruh dari anggaran negara.
Bukan malah memotong gaji buruh yang kecil tersebut sebagai modal investasi.
Sementara itu Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan sejak munculnya UUNo.4/2016 tentang Tapera, Apindo dengan tegas keberatan diberlakukannya aturan tersebut. Hak itu disampaikan bunyi pernyataan resmi yang dikeluarkan Apindo, Kamis (6/6/2024) .
Ia meminta pemerintah kembali mempertimbangkan( PP No21/2024 ) tentang perubahan atas (PP No 25/2020) tentang Tapera yang ditetapkan 20 Mei 2024. Desakan itu ia suarakan Apindo karena Tapera tidak diperlukan.
Menurut Shinta untuk membantu pembiayaan perumahan bagi rakyat, pemerintah sebenarnya bisa memanfaatkan dana potongan BPJS Ketenagakerjaan.
Artinya pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan.