Anggota Komisi Pemilihan Umum RI Idham Holik mengatakan kepada media bahwa.
Pihaknya mencermati setiap perkembangan mengenai dua putusan Mahkamah Konstitusi.
Sebelum menetapkan revisi Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Kepala dan Wakil Kepala Daerah.
“KPU mengamati perkembangan demi perkembangan, dan kami sedang berupaya agar bisa diberikan kesempatan segera untuk dapat melakukan konsultasi dengan DPR RI dan Pemerintah sesuai dengan putusan MK,” kata Idham di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis.
Idham mengemukakan bahwa kewajiban berkonsultasi tersebut berkaitan dengan Putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016 .
Salah satu pertimbangan putusannya: “Meskipun bersifat mandiri, KPU tidak berarti bebas menentukan kebijakan secara sepihak.
Tahapan konsultasi dengan DPR bukan sesuatu yang mengancam terhadap kemandirian KPU. Peran DPR dan Pemerintah berhenti hanya sampai tahap pembentukan peraturan.”
Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa KPU RI tetap independen dalam menyikapi dua putusan MK mengenai syarat pencalonan kepala dan wakil kepala daerah.
“Ketika kami konsultasi apakah kami tidak independen? Kami melaksanakan putusan MK, wajib konsultasi, dan itu tertuang dalam pertimbangan MK,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, Idham enggan menjelaskan lebih lanjut saat menjawab pertanyaan jurnalis mengenai sikap KPU RI terhadap dua putusan MK mengenai syarat pencalonan kepala dan wakil kepala daerah dalam draf yang sudah dirancang pihaknya.
“Nanti kami akan sampaikan. Kami belum bisa bicara kepada publik. Kami akan bicara kalau putusan itu sudah sah menjadi sebuah keputusan resmi di KPU, bukan rancangan,” ujarnya.
Sebelumnya, Selasa (20/8), MK mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. MK membatalkan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada dan menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada inkonstitusional bersyarat.
Lewat putusan tersebut, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah.
Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik dalam pemilu di daerah bersangkutan mulai dari 6,5 hingga 10 persen.
Selanjutnya, melalui Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa penghitungan syarat usia calon kepala daerah, dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada, harus terhitung sejak penetapan pasangan calon.