Indonesia diributkan dengan peraturan yang memberikan ruang terbuka kepada Tentara untuk menduduki jabatan tertentu.
Kalangan legislatif menjadikan hal ini sebagai permasalahan serius yang harus segera diselesaikan.
Karena semua masyarakat memiliki hak yang sama untuk memimpin lembaga negara sesuai dengan ilmu yang dimiliki.
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menyebut, revisi Undang- Undang TNI dilakukan untuk penyesuaian dengan produk hukum yang ada saat ini.
Pasalnya, Undang-Undang TNI itu dibuat tahun 2004 dan banyak masukan untuk melakukan revisi itu.
“UU TNI ini kan dari 2004 dibentuk, sekarang sudah 2024. Itu sudah 20 tahun dan perlu penyesuaian yang produknya lahir setelah tahun 2004,” ucap Hasanuddin Senin (3/6/2024).
Hasanuddin menyebut, sejumlah pasal yang perlu direvisi dalam UU TNI. Seperti, Pasal 47 ayat 2 tentang penugasan prajurit aktif di lembaga pemerintah.
Kemudian, Pasal 53 ayat 1 tentang usia dinas prajutit TNI. “Ini tentu menyesuaikan dengan undang-undang yang lain,” ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, yang direvisi dalam UU TNI terkait anggaran. Menurutnya, ketiga pasal inilah yang akan direvisi.
“Ketiga pasal ini yang urgen untuk direvisi,” ucapnya. Lebih lanjut, Hasanuddin menyebut dalam revisi Pasal 47 ayat 1.
Salah satunya, prajurit TNI dapat ditempatkan di luar 10 lembaga pemerintahan.
Dalam 47 ayat 1 sebelum direvisi, kata dia, itu hanya 10 kementerian/lembaga yang boleh diduduki oleh prajurit TNI aktif.
Seperti, Kemenko Polhukam, Sekretaris Militer, Kemenhan, BSSN, Basarnas, BNN, Dewan Ketahanan Nasional, Lemhanas, dan BIN.
“Sekarang direvisi frasa tambahan serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif TNI sesuai dengan kebijakan presiden,” ucapnya.
Sehingga, ujarnya, prajurit TNI aktif boleh ditempatkan bukan hanya di 10 lembaga pemerintah itu saja. Tetapi, di seluruh lembaga pemerintahan.
“Jadi seperti itu,” katanya. Hasanuddin menjamin, revisi Undnag-Undang TNI ini akan berpotensi membangkitkan dwifungsi ABRI.
Hal itu karena dirinya turut serta dalam pembuatan UU TNI pada tahun 2004 saat bertugas ssebagai Sekretaris Militer.
“Kelihatannya tidak mungkin (dwifungsi ABRI). Karena ada barikade-barikade yang memang sulit diterobos,” ucapnya.
Menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 khsususnya pasal 2, tertulis prajurit TNI aktif dilarang berpolitik praktis. “Artinya, nggak mungkin seperti di era Orde Baru,” tutupnya.